Wayan Redika

  • Home
  • About Us
  • Gallery
    • Realism
    • Abstract
    • Figure
    • Drawing
    • Art Installation
      • Anjangsana ke Negeri Takdir
      • Inisiasi Sukma
      • Perahu Harapan
  • Exibition
    • Ancient Relief 2002
    • Bali-Jeju 2005
    • EN-2011
    • Exeptional Person 2013
    • Irama Kesadaran 2002
    • Sensitive
  • Poetry
  • Press
    • TV
    • Magazine
    • Newspaper
  • Video
  • Contact Us
Monday , 18 January 2021
You Are Here: Home » News » Exeptional Person (Imaginative Refections of W. Redika by W. Seriyoga P.)
Exeptional Person (Imaginative Refections of W. Redika by W. Seriyoga P.)

Exeptional Person (Imaginative Refections of W. Redika by W. Seriyoga P.)

“Aesthetic experience would be valueless because of joyful; aesthetic experience would be valuable because of people who involved become more sensitive and imaginative”

Douglas Morgan, Does Art Tell the Truth?

View Gallery
  • English
  • Indonesia

Imagology and Awareness

When Wayan Redika showed me his paintings and drawings capturing portraits of several national ind international figures, they were clearly still within the creative process. I could not discern anything one would characterize as extraordinary except that they reflected the maturity of technique and creative processes of the creator himself. Several of the portraits were quite familiar to his writer and indeed may be to most people as they can be found easily on the internet. These iconic portraits have certainly become familiar to the public, however it is less common to find an artist who tries to gain a deeper understanding of the ideas and the thoughts reflected in a portrait.

These works not only presented as usual portraits, more than that, the portraits were clearly a medium through which the artist expressed anxiety arising from social, political and cultural phenomena. A reminder that, in the absence of values and morality, lays corruption that is often entrenched and continuously inherited, banally perpetuated by the country’s leaders. Moreover, law which was intended to be a spearhead for the eradication of corruption is transformed into a simulated game and widely represented to the public through the mass media.

Imagologi dan Kesadaran

Ketika Wayan Redika memperlihatkan karya lukis dan drawing yang menampilkan seri potret berbagai tokoh penting nasional dan international yang sedang dikerjakannya, pada awalnya terlihat biasa, selain memang menunjukkan kematangan pada teknik dan penggarapan. Sebagian potret itu tidak asing bagi penulis dan mungkin juga bagi kebanyakan orang, dengan mudah dapat ditemukan dengan mencarinya di Internet. Potret-potret tersebut telah menjadi common sense atau biasa bagi umum, namun ada yang tidak biasa ketika menyimak dengan seksama ide dan pemikiran mengangkat serial potret tersebut.

Karya-karya itu tidak hanya berhenti sebagai lukisan potret biasa, lebih dari itu potret tersebut hadir sebagai medium untuk menyatakan pesan atas kegelisahannya menanggapi fenomena sosial, politik, dan budaya masyarakat. seperti perilaku yang jauh dari nilai-nilai akhlak dan moralitas semacam korupsi yang telah membudaya terus tergelisahkan, dipertunjukkan secara banal oleh pemimpin negeri. Hukum yang harusnya menjadi ujung tombak untuk pemberantasan korupsi dibuat menjadi sebuah simulasi permainan dan direpresentasikan dengan terbuka kepada masyarakat melalui media massa.

tweet

Poetry

RAGAMAYA
 
petang yang terlantar
karena bulan tak mendengar
senandung mantra para pertapa
dari surau purba semerbak dupa
 
meski terkesan samar
akhirnya kutangkap jelaga rupa
serpihan wajah yang ingkar
pada tubuh, darah dan daging
liar, seperti lupa sabda terakhir
adalah ritus tentang siklus lahir
hidup dan kembali pada kematian
berputar dari gelap menuju terang
 
walau sebaris puisi tak akan dusta
pada kata berikutnya yang murung
ntah, kenapa kau bersuka dinobatkan
di lipatan kembara nista yang terhina?
dan merajam bayangan sendiri
 
malam terbakar
keserakahan jiwa yang terluka
dan gemuruh dendam tak terseka
oleh kemuliaan tutur semesta
bahwa titah menjelma
bukan karena tapa dan taqwa
tapi karena serpihan kerak dosa
merintang di celah jalan pulang
 
kaulah sesungguhnya
raga dalam hasrat yang maya
raga dalam raga yang tercabik
dalam ragamaya yang terhinadina
dan...kaulah bayangan tubuh
di antara roh yang cemas
menunggu tarian karma


ZIARAH RAHIM
bagi; ibu
 
menjemputmu
dengan warna cahaya
menuju selasar sunyi
liang rahim pintu bumi
hulu muasal sungai darah
menjelma selaksa manusia
 
perempuan baya berpagar angin
menari sendiri diatas persembahan
jelaga api dari rahim kehidupan
nestapa para pertapa di rumah sunyi
 
hening, heninglah hari ini
hingga surya tenggelam
di perbatasan perut bumi
 
mengenangmu
lukiskan birahi bening bidadari
riang di surga memintal bunga
ini ziarah rahim, kata para dewa
setelah lepas dari kesangsian
 
hening, heninglah hari ini
hingga surya tenggelam
dalam lakon ibu manusia
ibu semesta dan ibu pertiwi
2006


LINGGA
[ nyoman sukari ]
 
hanya waktu
yang diberkati memilih hari
karena kami tak lagi mengerti
rahasia setetes air mata

merintih jiwa berselimut mantra
bertahanlah, atau harus terhenti
di antara keabadian segelas warna
yang membeku dalam yoni bidadari
 
hanya tutur
yang jujur meminang senyum
karena air tak lagi memiliki rasa
seperti yang selalu kau ucapkan
 
ruas jemarimu semakin merenta
menatah kanvas berwajah rajah
kaulah yang mengerti dengan raga
yang terbujur memetik tutur
 
( diam memancarkan pandang
seperti hendak mendalang,
melihat bayanganmu dalamkearifan
ksatria arjuna,memaknai titah
shri krishna )
 
hanya gambar
yang membantu merafal kidungmu
menjadi pesan keabadian
saat kau diberkati memilih hari
 
2010
  • instagram
  • skype
  • youtube
  • twitter
  • facebook

Balinese Script

  1. Wayan Redika

    Karangasem, June 18th 1961

    Address;
    Paang Indah Kav C-2, Jln. Trenggana
    Penatih, Denpasar, Bali
    Ph: +6281 139 7447
    mail: w.redika@yahoo.com
  2. Search

  • instagram
  • skype
  • youtube
  • twitter
  • facebook
© Copyright 2014, All Rights Reserved. | Powered by Agung Arjaya